HADITS NASEHAT

Seorang Ulama Tabi’in yang Alim dan Zuhud,
Abdullah bin Syubrumah Rahimahullah berkata :

عَجبتُ لِلنَّاسِ يَحْتَمُوْنَ مِنَ الطَّعَامِ مَخَافَةَ الدَّاءِ، وَلاَ يَحتَمُوْنَ مِنَ الذُّنوبِ مَخَافَةَ النَّارِ

“AKU heran kepada orang-orang yang menjaga kesehatan diri dari makanan karena takut PENYAKIT.. Namun mereka tidak menjaga diri dari DOSA-DOSA karena takut neraka!” (Siaru A’laamin Nubalak, 6/348)

Ibnul Qayyim rahimahullah “Adapun (kemampuan) membedakan antara nikmat dan fitnah, yaitu untuk membedakan antara kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadanya berupa kebaikan-Nya dan kasih sayang Nya, yang dengannya ia bisa meraih kebahagiaan abadi dengan kenikmatan yang merupakan istidraj dari Allah. Betapa banyak orang yang terfitnah dengan diberi kenikmatan (dibiarkan tenggelam dalam kenikmatan, sehingga semakin jauh tersesat dari jalan Allah, Pen), sedangkan ia tidak menyadari hal itu. Mereka terfitnah dengan pujian orang-orang bodoh, tertipu dengan kebutuhannya yang selalu terpenuhi dan aibnya yang selalu ditutup oleh Allah.(Madarijus salikin 1/189, Darul Kutub Al-‘Arabi, beirut, cet. III, 1416 H, Syamilah)

“Hanya saja (ganjaran) ibadah itu bergantung pada kadar kepayahan yang engkau alami.” [Shahih Muslim, no. 1211]

Dari Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kadang-kadang orang-orang yang tidak karuan letak rambutnya lagi pula penuh debu tubuhnya, serta selalu ditolak jika ada di pintu - tidak dihiraukan karena miskinnya, jikalau bersumpah atas Allah niscayalah Allah mengabulkan padanya - apa yang disumpahkannya itu." (Riwayat Muslim)

Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah mengatakan, “Aku dapati bahwa beramal untuk akhirat selamat dari segala aib Bersih dari semua kotoran Mengusir kegundahan hati secara hakiki Aku dapati orang yang beramal untuk akhirat bila ditimpa musibah Ia tidak resah bermuram durja bahkan ia merasa riang-gembira Karena harapannya meraih pahala di balik musibah Memberinya kekuatan untuk tetap mencari yang ia inginkan Aku juga mendapati Bila ada yang menghadangnya dari jalan yang ia lalui Ia tidak gelisah, tidak juga lebih mengutmakannya dari yang ia cari Bila ia lelah, ia tetap bahagia Bila terkena gangguan, ia tetap bahagia Bila ujian menerpanya, ia tetap bahagia Ia selalu berada dalam kegembiraan dan kebahagiaan Sementara para pengejar dunia Keadaannya mereka sebaliknya (Al-Akhlak wa Siyar, Hal. 15-16)

Seseorang berkata, “Aku melihat wajah al-Imam Ahmad sangat muram setelah dipuji seseorang (dengan ucapan) ‘Jazakallahu khairan (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan) atas perjuangan Islam Anda.’Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata, ‘Bahkan Allah telah memberi kebaikan Islam kepadaku. Siapakah dan apa aku ini?’” (Siyar A’lamin Nubala, 11/225)

Dari Sahal bin Sa’ad r.a, Rasulullah s.a.w bersabda: Seandainya nilai dunia itu setara dengan sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum orang kafir walaupun seteguk air (karena nilai dunia di sisi Allah tidak berharga sama sekali, sehingga orang-orang kafir pun diberi keduniawian)(Tirmidzi)

Syaikhul islam berkata: “jadilah anda orang yang selalu mencari istiqomah dan jangan mencari karomah, karena jiwamu selalu berusaha mencari karamah, sedang rabmu menuntutmu dengan istoqomah”.(klik disini)

Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi berkata, "Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia) untuk mencapai (ridha) Allah Ta'ala, sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut (dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah. Barapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkannya dari (beribadah kepada) Allah Ta'ala, seperti Nabi Sulaiman 'alaihissalam, demikian pula (sahabat Nabi 'shallallahu 'alaihi wa sallam) 'Utsman (bin 'Affan) radhiallahu 'anhu dan 'Abdur Rahman bin 'Auf radhiallahu 'anhu. Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah dan memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada-Nya…" (Kitab al-Aadaabusy Syar'iyyah, 3/469)

Umar Bin Khattab RA berkata: Aku melihat bekas tikar di lambung/rusuk beliau, maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya beliau, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, sungguh Kisra (raja Persia–pen) & Kaisar (raja Romawi–pen) berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (HR. Al-Bukhari 4913 & Muslim 3676)

Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ’anhu bahwasannya ia pernah berkata suatu saat ketika sedang duduk : ”Sesungguhnya kalian berada di tengah perjalanan malam dan siang, dalam ajal/usia yang selalu berkurang, dalam amal-amal yang selalu dalam penjagaan (Allah). Sedangkan maut senantiasa datang dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang menanam kebaikan, niscaya ia akan menuai kebahagiaan. Dan barangsiapa yang menanam kejelekan, niscaya ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang menanam akan menuai hasil sebagaimana yang ia tanam. Seorang yang lambat tidaklah mendahului (orang lain) dengan keberuntungannya. Begitu juga seorang yang tamak tidaklah mendapatkan apa-apa yang tidak ditetapkan baginya. Barangsiapa yang diberikan kebaikan, maka Allah lah yang memberikan (kebaikan itu) kepadanya. Dan barangsiapa yang dijauhkan dari kejelekan, maka Allah lah yang menjauhkan (kejelekan ) itu darinya. Orang-orang yang bertaqwa itu adalah orang-orang yang mulia, dan para fuqahaa (ahli fiqh) para pembimbung umat. Adapun duduk bermajelis dengan mereka semua adalah keutamaan” [Siyaru A’lamin-Nubalaa’ 1/497]

Siapa yang merasa senang dengan pujian orang terhadap dirinya, berarti ia telah mengizinkan (memberi kesempatan) kepada syetan untuk masuk dan merusak iman dan fikirannya. “ (Ibn Atha'illah – Al Hikam )

Imam Ahmad rahimahullah  “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.( Ash Sholah, hal. 12)

Dari Harmalah ia berkata, “Aku mendengar Asy Syafi’I berkata, “Aku ingin bahwasanya setiap ilmu yang kuajarkan kepada kepada manusia aku diberi pahala atasnya dan mereka tidak memujiku”. (Hilyatul Awliya’ oleh Abu Nu’aim : 9/118)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Oleh karena itu, Ahli Qur’an adalah orang-orang yang memahaminya, dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya sekalipun mereka tidak menghapalnya di luar kepala. Adapun orang yang hapal tapi tidak memahaminya dan tidak mengamalkan isinya, maka ia tidak termasuk Ahli Qur’an, sekalipun ia menegakkan hurufnya seperti meluruskan anak panah .. adapun sebatas membaca tanpa pemahaman dan tadabbur, itu dilakukan oleh orang yang baik, yang fajir, yang mukmin maupun orang munafik”. (Kitab, Adh-Dhow-ul Munir ‘ala At Tafsir : 1/13, 14)

Dari Sufyan Ats-Tsauriy bahwasanya beliau berkata: "Tidaklah seorang hamba bertambah ilmunya lalu bertambah pula kecintaannya kepada dunia kecuali dia akan semakin bertambah jauh dari Allah." (Al-Majmuu’, 1/24)

"Janganlah melelahkan hatimu, carilah kata-kata hikmah, karena hati itu akan merasa bosan sebagaimana badan merasa bosan.Jiwa itu selalu mementingkan hawa nafsu, menyukai sesuatu yang hina, condong kepada yang sia-sia, selalu menyuruh kepada keburukan, suka bermalas-malasan, mencari kesenangan, dan lari dari beramal(Ibadah). Jika engkau paksa jiwamu, berarti engkau telah menegakkannya, dan jika engkau melalaikan jiwamu, maka engkau telah merusaknya".(AL 'Aqdul Fariid 6/393)

Sifatkan dunia kepada kami".Beliau berkata:"Apa yang akan aku sifatkan dari negeri yang awalnya kelelahan dan akhirnya fana (kehancuran),halalnya adalah hisab dan haramnya adalah adzab,orang yang merasa cukup dengannya akan terfitnah, dan orang yang mengejarnya akan sedih".(Jami' bayanil 'Ilmi wa Fadllihi 1/176).

Rasa takut kepada Allah Ta-ala, sudah cukup dikatakan sebagai ilmu. Anggapan bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan seseorang, sudah cukup dikatakan sebagai kebodohan (Mushannaf Ibni Abi Syaibah, no. 34532)

"Sesungguhnya kamu melihat orang kafir itu paling sehat badannya dan paling sakit hatinya, dan kamu menemui orang mukmin yang paling sehat hatinya walaupun badannya paling sakit.Demi Allah, jika hati kamu sakit dan badan kamu sehat, maka kamu lebih rendah di sisi Allah dari binatang ju'lan (binatang kecil yang suka berada di kotoran)".(Sifatus shofwah 1/128)

Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah.Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya" (Tuhfatul Ahwadzi, 7/376)

"Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan."(Al Amru bil Maruf, Ibnu Taimiyah, 15)

“Hendaklah kamu berpegang kepada atsar Salafush Shalih meskipun orang-orang menolaknya dan jauhkanlah diri kamu dari pendapat orang meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataannya yang indah.”[Imam al-Aajury dalam as-Syariah I/445 no. 127, dishahihkan oleh al-Albany dalam Mukhtashar al-Uluw lil Imam adz-Dzahaby hal. 138, Siyar Alaam an-Nubalaa VII/120.]