- ARTIKEL TAUHID
- DIMANA ALLAH ?
- ALAM JIN & GAIB
- SIFAT HAMBA ALLAH
- ARTIKEL AKHIRAT
- ARTIKEL KELUARGA
- HADITS
- HARI KIAMAT (1)
- HARI KIAMAT (2)
- TENTANG SYI'AH
- GOLONGAN SESAT
- MENGENAL BID"AH
- KISAH TELADAN
- WAKTU SHALAT
- SHALAT DALAM PANDANGAN SALAF
- SIFAT DASAR MANUSIA
- SIFAT TERPUJI
- NASEHAT SALAF
- ARTIKEL JIHAD
- PERTANYAAN KU
- IBADAH DI ZAMAN FITNAH
- ARTIKEL DUNIA
PHP : 5.6.40
MySQL : 5.7.44-cll-lve
Waktu : 09:52
Tembolok : Dinonaktifkan
GZIP : DiAktifkan
Anggota : 1
Konten : 1817
Kunjungan : 3478979
DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORANG YANG BERIMAN..PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA'BAH
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORA....
BUMI TEMPAT BERKUMPUL, MAHSYAR INI TERJADI DI DUNIA
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil Bumi Tempat Berkumpul Pada akhir zaman manusia digiring ....
SIFAT IBADURRAHMAN (8) AKHIR YANG MULIA BAGI IBADURRAHMAN
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Melanjutkan pe....
KAPANKAH NEGERI ISLAM MENJADI NEGERI KAFIR ?
Bila kita telah mengetahui bahwa tidak semua yang berhukum dengan hukum islam kafir keluar diri isla....
MASJID INI DI BANGUN DI TEMPAT EKSTRIM
Masjid merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat ibadah Umat Muslim. Biasanya lokasi pembangu....
BID’AH DALAM PERKARA DUNIAWI
Pertanyaan: Wahai Sahamatus Syaikh, saya tahu adanya batasan yang rinci dalam membedakan antara sun....
SEMUT PUN MENGAKUI ALLAH ADA DI ATAS LANGIT/ ARSY
Adalah akidah yang kurang tepat mengatakan: “Allah ada dimana-mana” (berarti Allah ada di kotor....
ORANG MATI MENGETAHUI KEADAAN ORANG YANG HIDUP?
Sebagian orang beranggapan bahwa orang yang sudah mati bisa mengetahui keadaan orang yang masih hidu....
PARA ULAMA SEPAKAT MENOLAK PEMAHAMAN SYIAH IMAMIYYAH
Syiah Imamiyyah adalah Syiah 12 Imam, disebut juga Syiah Rofidhoh. Inilah paham syiah yang menjadi d....
WASIAT NABI UNTUK MENUNTUT ILMU, MEMBERSIHKAN HATI DAN ZUHUD DI DUNIA
Oleh al-ustadz Yazid bin abdul Qadir Jawas نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ ....
ARTIKEL AKHIRAT |
(102) Hadis Abu Dzar Radhiyallaahu ‘anhu:
حَدِيْثُ أَبِيْ ذَرٍّ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِيْ وَأَنَا بِمَكَّةَ، فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ فَفَرَجَ عَنْ صَدْرِيْ، ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ جَاءَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِيءٍ حِكْمَةً وَإِيمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي، ثُمَّ أَطْبَقَهُ، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِيْ فَعَرَجَ بِيْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَلَمَّا جِئْتُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ جِبْرِيلُ لِخَازِنِ السَّمَاءِ: افْتَحْ، قَالَ: مَنْ هذَا؟ قَالَ: هذَا جِبْرِيلُ، قَالَ: هَلْ مَعَكَ أَحَدٌ؟، قَالَ: نَعَمْ، مَعِيْ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَوَ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ؛ فَلَمَّا فَتَحَ، عَلَوْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ، عَلَى يَمِينِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ أَسْوِدَةٌ، إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ، وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى، فَقَالَ: مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ، قُلْتُ لِجِبْرِيلَ: مَنْ هذَا قَالَ: هذَا آدَمُ، وَهذِهِ الأَسْوِدَةَ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنِيهِ، فَأَهْلُ الْيَمِيْنِ مِنْهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ، وَالأَسْوِدَةُ الَّتِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَّارِ؛ فَإِذَا نَظَرَ عَنْ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ، وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى، حَتَّى عَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ، فَقَالَ لِخَازِنِهَا: افْتَحْ، فَقَالَ لَهُ خَازِنُهَا مِثْلَ مَا قَالَ الأَوَّلُ؛ فَفَتَحَ))، قَالَ أَنَسٌ: فَذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ فِي السَّموَاتِ: آدَمَ وَإِدْرِيْسَ وَمُوْسَى وَعيْسَى وَإِبْرَاهِيْمَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ، وَلَمْ يُثْبِتْ كَيْفَ مَنَازِلُهُمْ؛ غَيْرَ أَنَّهُ ذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ آدَمَ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا وَإِبْرَاهِيْمَ فِي السَّمَاءِ السَّادِسَةِ. قَالَ أَنَسٌ: ((فَلَمَّا مَرَّ جِبْرِيْلُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِدْرِيْسَ قَالَ: مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ، فَقُلْتُ: مَنْ هذَا؟، قَالَ: هذَا إِدْرِيْسُ ثُمَّ مَرَرْتُ بِمُوسَى، فَقَالَ: مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ؛ قُلْتُ: مَنْ هذَا؟، قَالَ: هذَا مُوسَى، ثُمَّ مَرَرْتُ بِعِيسَى، فَقَالَ: مَرْحَبَا بِاْلأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ؛ قُلْتُ: مَنْ هذَا؟ قَالَ: هذَا عِيْسَى، ثُمَّ مَرَرْتُ بِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ؛ قُلْتُ: مَنْ هذَا؟ قَالَ: هَذَا إِبْرَاهِيْمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ عُرِجَ بِيْ حَتَّى ظَهَرْتُ لِمُسْتَوَى أَسْمَعُ فِيْهِ صَرِيْفَ الأَقْلاَمِ، فَفَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِيْ خَمْسِيْنَ صَلَاةً، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ حَتَّى مَرَرْتُ عَلَى مُوْسَى، فَقَالَ: مَا فَرَضَ اللَّهُ لَكَ عَلَى أُمَّتِكَ؟ قُلْتُ: فَرَضَ خَمْسِيْنَ صَلاَةً، قَالَ: فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيْقُ ذَلِكَ، فَرَاجَعَنِيْ فَوَضَعَ شَطْرَهَا فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقُلْتُ: وَضَعَ شَطْرَهَا؛ فَقَالَ: رَاجِعْ رَبَّكَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيْقُ، فَرَاجَعْتُ فَوَضَعَ شَطْرَهَا، فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيْقُ ذَلِكَ، فَرَاجَعْتُهُ، فَقَالَ: هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُوْنَ لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ: رَاجِعْ رَبَّكَ، فَقُلْتُ: اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي، ثُمَّ انْطَلَقَ بِيْ حَتَّى انْتَهَى بِيْ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لاَ أَدْرِيْ مَا هِيَ ثُمَّ أُدْخِلْتُ الْجَنَّةَ، فَإِذَا فِيْهَا حَبَايِلُ اللُّؤْلُؤِ، وَإِذَا تُرَابُهَا الْمِسْكُ)) [أخرجه البخاري في: 8 كتاب الصلاة: 1 باب كيف فرضت الصلاة: في الإسراء]
Hadis Abu Dzar Radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Atap rumahku dibuka saat saya di Makkah. Maka turunlah Jibril dan membelah dada saya, kemudian mencucinya dengan air Zamzam. Lalu dia membawa bejana dari emas yang penuh dengan hikmah dan iman. Ia menuangkan bejana itu dalam dada saya. Lalu Jibril menutupnya kembali. Setelah itu Jibril menggenggam tangan saya dan naik bersama saya ke langit dunia. Ketika saya sudah sampai langit dunia, Jibril berkata kepada penjaga langit: ‘Bukalah!’. Penjaga langit berkata: ‘Siapakah ini?’, Jibril menjawab: ‘Ini adalah Jibril’. Penjaga langit bertanya lagi: ‘Apakah ada seseorang bersamamu?’, Jibril menjawab: ‘Iya, bersama saya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam‘. Penjaga langit bertanya lagi: ‘Apakah ia sudah diutus?’. Jibril menjawab: ‘Sudah’. Ketika langit sudah dibuka, kami terus naik melewati langit dunia. Rupanya di sana ada seseorang sedang duduk. Di sebelah kanannya terdapat hitam-hitam dan di sebelah kirinya juga terdapat hitam-hitam. Ketika melihat ke sebelah kanan, ia tertawa dan ketika melihat sebelah kirinya, ia menangis. Ia berkata: ‘Selamat datang kepada Nabi yang shalih dan putera yang shalih’. Saya bertanya kepada Jibril: ‘Siapa orang ini?’, Jibril menjawab: ‘Ini adalah Adam, sementara hitam-hitam yang di sebelah kanan dan kirinya adalah roh anak-anaknya. Yang berada di sebelah kanan dari mereka adalah penduduk Surga, sedangkan orang-orang yang di sebelah kirinya adalah penduduk Neraka. Karenanya setiap melihat arah kanan ia tertawa dan saat melihat arah kiri dia menangis’. Adam terus seperti itu hingga Jibril membawa saya naik ke langit kedua. Dia berkata kepada penjaganya: ‘Bukalah!’, penjaga langit kedua bertanya seperti pertanyaan penjaga langit pertama, maka langit pun dibuka.”
Anas berkata: “Nabi menyebutkan bahwa di langit beliau bertemu Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Ibrahim shalawatullah ‘alaihim. Tapi beliau tidak menjelaskan bagaimana kedudukan mereka. Beliau hanya menjelaskan bertemu Nabi Adam di langit dunia dan berjumpa Nabi Ibrahim di langit keenam.”
Anas berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika Jibril bersama Nabi melewat Nabi Idris, Nabi Idris berkata: ‘Selamat datang kepada Nabi yang shalih dan saudara yang shalih’. Saya bertanya: ‘Siapakah ini?’, Jibril menjawab: ‘Ini adalah Idris’. Kemudian saya melewati Nabi Musa Alaihissalam. Dia berkata: ‘Selamat datang kepada Nabi yang shalih dan saudara yang shalih’. Saya bertanya: ‘Siapakah ini?’, Jibril menjawab: ‘Ini adalah Musa’. Kemudian saya melewati Nabi Isa. Dia berkata: ‘Selamat datang kepada Saudara yang shalih dan Nabi yang shalih’. Saya bertanya: ‘Siapakah ini?’. Jibril menjawab: ‘Ini adalah Isa’. Kemudian saya melewati Nabi Ibrahim. Dia berkata: ‘Selamat datang kepada Nabi yang shalih dan putera yang shalih’. Saya bertanya: ‘Siapakah ini?’, Jibril menjawab: ‘Ini adalah Ibrahim Shallallahu ‘alaihi wasallam‘. Kemudian saya terus dibawa naik hingga saya berada di atas dataran yang di situ saya mendengar suara goresan pena. Kemudian Allah mewajibkan lima puluh kali shalat kepada umatku. Maka saya kembali dengan kewajiban itu hingga saya melewati Nabi Musa. Musa bertanya: ‘Apa yang diwajibkan Allah kepadamu untuk umatmu?’. Saya menjawab: ‘Dia mewajibkan lima puluh kali shalat’. Nabi Musa berkata: ‘Kembalilah kepada Tuhanmu! Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan hal itu’. Maka Tuhanku memberi keringanan dengan menggugurkan sebagiannya. Kemudian saya kembali kepada Musa. Saya berkata: ‘Allah sudah menggugurkan sebagiannya. Musa berkata: ‘Kembalilah pada Tuhanmu! Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya’. Saya kembali kepada Allah, maka Dia berkata: ‘Itu adalah lima kali. Tetapi lima puluh dalam pahalanya, sudah tidak akan diubah perkataanKu ini’. Lalu saya kembali kepada Musa. Dia berkata: ‘Kembalilah kepada Tuhanmu!’. Saya berkata: ‘Saya malu kepada Tuhanku’. Kemudian Jibril membawa saya hingga saya sampai di Sidratul Muntaha. Ia diselimuti banyak warna, saya tidak tahu apa itu. Kemudian saya dimasukkan dalam Surga. Rupanya Surga itu kubahnya terbuat dari mutiara dan tanahnya adalah kesturi.” (HR. Al-Bukhari, (8) Kitab Ash-Shalah, (1) Bab: Kaifa furidhat Ash-Shalaah fi Al-Israa’)
Pelajaran yang diambil dari Hadis:
(1) Isra’ secara lughawi adalah memperjalankan seseorang pada waktu malam. Sedangkan secara syar’i: Perjalanan Jibril membawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu malam dari Makkah menuju Masjid Al-Aqsha.[1]
Sedangkan Mi’raj adalah: Alat yang digunakan untuk naik. Atau lebih mudahnya disebut tangga, lift, dan semacamnya. Ini makna secara lughawi. Sedangkan makna secara syar’i adalah: Tangga yang digunakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk naik dari bumi ke langit. Tangga ini tidak diketahui seperti apa bentuknya. Maka statusnya seperti barang-barang ghaib lainnya. Kita beriman padanya tanpa menyibukkan diri seperti apa sifatnya.[2]
Isra’ Mi’raj ini terjadi dengan jasad dan roh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni beliau tidak dalam keadaan bermimpi atau berkhayal. Tapi beliau melakukan perjalanan ini dalam keadaan sadarkan diri, dengan jati diri seorang manusia. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya dengan sebutan “Bi’abdihi” pada ayat berikut:
{سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ } [الإسراء: 1]
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Isra’: 1)
(2) Kata “Bi’abdihi” (hambaNya) menunjukkan beliau saat itu adalah seorang manusia. Sebab jika jasad saja maka disebut mayit dan jika roh saja maka tidak akan disebut hamba. Sebab hamba terdiri dari unsur roh dan jasad. Inilah manhaj Ahlussunnah wal jamaah. Dan andaikan Isra’ mi’raj terjadi saat Nabi dalam mimpi, tentu orang-orang kafir tidak akan mendustakannya.
(3) Ibnu Qudamah dalam “Lum’ah Al-I’tiqad” berkata:
“وَيَجِبُ الْإِيْمَانُ بِكُلِّ مَا أَخْبَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَحَّ بِهِ النَّقْلُ عَنْهُ فِيْمَا شَاهَدَنْاهُ أَوْ غَابَ عَنَّا، نَعْلَمُ أَنَّهُ حَقٌّ وَصِدْقٌ، وَسَوَاءٌ فِيْ ذَلِكَ مَا عَقَلْنَاهُ وَجَهِلْنَاهُ، وَلَمْ نَطَّلِعْ عَلَى حَقِيْقَةِ مَعْنَاهُ، مِثْلِ حَدِيْثِ الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ، وَكَانَ يَقْظَةً لَا مَنَامًا، فَإِنَّ قُرَيْشًا أَنْكَرَتْهُ وَأَكْبَرَتْهُ، وَلَمْ تُنْكِرِ الْمَنَامَتِ”.
“Kita wajib beriman dengan segala yang diberitakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, juga terhadap naql (Hadis) yang sahih dari beliau. Baik kita menyaksikannya atau tidak menyaksikannya. Kita yakin itu adalah haq dan benar. Baik itu pada masalah yang bisa kita fahami atau tidak. Juga pada masalah yang kita tidak mengetahui hakikat maknanya. Seperti peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Itu terjadi dalam kondisi sadarkan diri dan tidak dalam tidur. Karena orang-orang Quraisy mengingkari dan mendustakannya. Tentunya mereka tidak akan mendustakan jika terjadi dalam mimpi.”[3]
Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah dalam Aqidah Thahawiyahnya berkata:
“وَالْمِعْرَاجُ حَقٌّ، وَقَدْ أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعُرِجَ بِشَخْصِهِ فِي الْيَقَظَةِ إِلَى السَّمَاءِ، ثُمَّ إِلَى حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الْعُلَا، وَأَكْرَمَهُ اللَّهُ بِمَا شَاءَ، وَأَوْحَى إِلَيْهِ مَا أَوْحَى، {مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى} [النجم: 11]. فَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْآخِرَةِ وَالْأُولَى”.
“Mi’raj adalah haq (benar) adanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah diperjalankan pada waktu malam. Kemudian beliau dinaikkan dalam kondisi sadar ke langit. Kemudian terus lebih tinggi ke tempat mana pun yang dikehendaki Allah. Allah memuliakan beliau dengan apa pun yang dikehendakiNya. Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Nabi. Sungguh hati tidak mendustakan apa yang dilihatnya. (QS. An-Najm: 11).
Semoga shalawat Allah dan salamNya di Akhirat dan dunia senantiasa tersampaikan kepada Nabi.”[4]
(4) Isra’ Mi’raj ini terjadi pada satu malam yang sama. Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama’. Tapi para ulama’ berselisih pendapat kapan Isra’ mi’raj ini terjadi. Diriwayatkan dengan sanad munqathi’ (terputus) dari Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu anhuma: Bahwa ia terjadi pada malam Senin tanggal dua belas Rabi’ul Awwal. Tapi kedua sahabat ini tidak menjelaskan kapan tahunnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.[5]
Diriwayatkan pula dari Az-Zuhri dan Urwah bahwa Isra’ Mi’raj terjadi satu tahun sebelum hijrah. Dan terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal. Tanpa menyebutkan malamnya. Ini riwayat Baihaqi disamping menjadi pendapat pilihan Ibnu Sa’ad dan lainnya. Pendapat inilah yang dipilih dan dibenarkan oleh imam An-Nawawi.[6]
Pendapat ketiga: Diriwayatkan dari As-Suddi bahwa Isra’ Mi’raj terjadi enam belas bulan sebelum sebelum Hijrah. Hal ini diriwayatkan oleh Al-Hakim. Dan terjadi pada bulan Dzul Qa’dah. Namun ada pendapat lain yang mengatakan: Isra’ Mi’raj terjadi tiga tahun sebelum Hijrah, yang lain mengatakan: Terjadi lima tahun sebelum Hijrah. Dan lainnya mengatakan: Terjadi enam tahun sebelum hijrah.[7]
Dari berbagai pendapat yang sama-sama tidak jelas ini, maka jelaslah bagi kita bahwa Isra’ Mi’raj tidak jelas kapan terjadinya. Sehingga tidak bisa menjadi dalil bagi sekelompok kaum muslimin yang memastikan kapan terjadinya dan kemudian memperingati serta merayakannya.
Memperingati Isra’ dan Mi’raj adalah perbuatan yang tidak ada sunnahnya. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah merayakannya, demikian para sahabat. Andaikan memperingatinya termasuk kebaikan, tentu mereka yang lebih dulu mengerjakannya sebelum kita.
Sementara kita harus tahu bahwa amal apa pun yang kita yakini saat mengerjakannya dapat mendatangkan pahala kepada kita, sementara itu tidak pernah dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para sahabat, maka amal tersebut adalah ditolak. Demikian halnya ritual apa pun yang dianggap dari Islam padahal bukan darinya, maka itu disebut bid’ah. Amal tersebut ditolak Allah dan dikembalikan kepada pelaku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ))
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan dari perintah kami, maka amalan itu ditolak.”[8]
(5) Dari Hadis Isra’ dan Mi’raj ini, menjadi jelas bagi kita bahwa kebanyakan ajaran Islam ini bersumber pada keimanan dan bukan pada nalar logika kita. Andaikan kita hanya mempercayai perkara yang diterima oleh akal kita, tentu kita mengingkari banyak ajaran Islam. Seperti iman kepada azab dan nikmat kubur, iman kepada Isra’ dan Mi’raj, iman kepada Surga, Neraka, dan sesungguhnya keduanya sekarang sudah ada, iman kepada Hari Kiamat, juga iman kepada seluruh yang ghaib lainnya.
Yang membedakan antara mukmin dengan kafir adalah keimanan ini. Jika seseorang baru beriman kepada azab kubur setelah mendengar rekaman orang yang disiksa misalnya, atau baru beriman kepada Hari Kiamat setelah melihat videonya, maka kami katakan: Ini tidak ada perbedaannya dengan orang kafir. Sebab orang kafir hanya beriman kepada yang terlihat dan bisa dipahami akal mereka.
Dari sinilah mengapa sifat pertama kali orang bertaqwa adalah beriman kepada yang ghaib. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman:
{هُدًى لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ } [البقرة: 2، 3]
“(Al Quran) ini petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.”[9] (QS. Al-Baqarah: 2,3)
Karenanya ketika seseorang baru beriman saat melihat Malakul Maut dalam sakaratul maut, atau saat matahari terbit dari arah barat, maka tiada guna baginya keimanan pada saat itu. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman:
{يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا } [الأنعام: 158]
“Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” (QS. Al-An’am: 158)
Karena alasan yang sama pula, mengapa Allah tidak menerima taubat dan keimanan Fir’aun saat mendeklarasikan keimanannya. Allah berfirman:
{حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ * آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ} [يونس: 90، 91]
“Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus: 90, 91)
(6) Pada Hadis riwayat Abu Dzar ini, Nabi menyatakan mulai Isra’ dari rumahnya. Sementara ada riwayat lain yang mengatakan beliau mulai Isra’ dari Masjidil Haram. Demikian itu karena awalnya beliau dalam rumahnya kemudian keluar menuju masjidil Haram.
(7) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah dibelah dadanya dua kali. Yang kotor-kotor dari dada beliau dibuang kemudian diisi dengan isi dari bejana emas yang penuh dengan hikmah dan iman. Karena itu dada beliau senantiasa lapang dan tidak mempunyai sifat buruk sedikit pun.
(8) Keutamaan air Zamzam, sesungguhnya ia tergantung kepada niat orang yang meminumnya. Jika meminumnya untuk mencari kesembuhan dari Allah, niscaya dia sembuh. Jika meminumnya untuk mendapat ilmu yang banyak, maka Allah akan memberikan ilmu itu padanya. Demikian halnya jika meminumnya agar diberi kekayaan, maka dia menjadi kaya. Dengan syarat ia tulus ikhlas dan mempunyai kepercayaan penuh kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala.
(9) Naiknya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ke langit menjadi dalil yang jelas bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala ada di langit.
(10) Permintaan izin Jibril kepada penjaga langit, menunjukkan syariat minta izin kepada penghuni suatu tempat. Di sini kita disyariatkan meminta izin tiga kali. Jika tidak diberi izin maka kita pulang.
(11) Dari pertanyaan penjaga langit kepada Jibril: “Siapa ini?” menjadi dalil bahwa kita selaku penghuni rumah, harus bertanya kepada orang yang meminta izin, siapa jati dirinya. Jangan sampai kita memasukkan penjahat atau orang yang tidak kita sukai ke dalam rumah kita. Di samping sebagai dalil bahwa malaikat tidak mengetahui perkara ghaib.
(12) Anjuran menggenggam tangan saudara kita, atau siapa pun yang kita ingin bersahabat akrab dengannya. Sebagaimana Jibril menggenggam tangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kisah Isra’ ini. Juga pada banyak kesempatan Nabi sering menggenggam tangan sahabat-sahabatnya. Tapi ini bukan dalil kita dibolehkan menggenggam tangan wanita non muhrim. Kalau yang ini jelas haramnya. Dalam Hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ))
“Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum besi, lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”[10]
(13) Pertanyaan Malaikat kepada Jibril: “Apakah Muhammad sudah diutus?”, menunjukkan bahwa para Malaikat dan seluruh makhluk, sudah sejak lama menanti-nanti kehadiran Nabi terakhir ini, Shallallahu ‘alaihi wasallam.
(14) Pada riwayat ini disebutkan: Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mulai langit pertama hingga langit terakhir beliau berjumpa Nabi Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim. Tanpa menjelaskan kedudukan mereka di langit yang mana. Hanya menyebutkan Nabi Adam di langit pertama (langit dunia), dan Nabi Ibrahim di langit keenam. Namun kebanyakan riwayat yang tsabit, menetapkan bahwa Nabi Ibrahim ada di langit ketujuh. Abu Dzar pada riwayat ini menyebutkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dimanakah tempat para Nabi tersebut. Sehingga riwayat yang menetapkan tempat masing-masing mereka menjadi yang rajih (benar).[11]
Ibnu Hajar berkata: “Riwayat Abu Dzar ini sesuai dengan riwayat Syarik dari Anas. Tapi yang benar pada seluruh riwayat adalah selain dua riwayat ini. Yaitu keberadaan Nabi Ibrahim di langit ketujuh (bukan langit keenam). Andaikan kami mengatakan Mi’raj terjadi dua kali maka di sini tidak ada pertentangan. Tapi kami tidak mengatakannya. Sehingga yang rajih adalah riwayat jama’ah (mayoritas). Yaitu yang menyatakan: Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Nabi Ibrahim Alaihissalam menyandarkan punggungnya ke Al-Bait Al-Ma’mur. Sementara Al-Bait Al-Ma’mur ini terdapat dalam langit ketujuh tanpa seorang ulama’ pun yang menyalahi.”[12]
(15) Sesungguhnya makhluk yang pertama kali diciptakan adalah pena. Meski tidak ada isyarat seperti itu dalam Hadis ini. Tapi Hadis ini menjelaskan bahwa pena terus bekerja. Pena ini statusnya sama dengan tangga yang digunakan Nabi naik ke langit. Yakni kita mengimani hakikatnya tanpa menyibukkan diri untuk mengetahui sifatnya.
(16) Hadis ini menunjukkan Allah Subhaanahu wa ta’ala berbicara langsung dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan beliau berulang kali mendatangiNya untuk meminta keringanan jumlah shalat. Tapi beliau tidak pernah melihat Allah. Beliau hanya melihat cahaya.
(17) Termasuk tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya beliau shalat sebanyak empat puluh rakaat dalam sehari semalam. Tujuh belas rakaat shalat wajib, sebelas rakaat shalat witir, dan dua belas rakaat shalat rawatib.
(18) Shalat yang diwajibkan hanya lima kali waktu. Adapun yang lain maka tidak wajib, antara sunnah muakkadah, sunnah biasa, dan mandub. Adapun shalat witir, ia tidak wajib tapi Nabi tidak pernah meninggalkannya baik dalam kondisi safar maupun tidak safar. Namun shalat-shalat non wajib statusnya penyempurna dan pelengkap bagi amal-amal wajib kita yang kurang. Sehingga statusnya rugi jika hamba tidak mengerjakannya. Dalam sebuah Hadis Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلصَّلاَةُ الْمَكْتُوْبَةُ. فَإِنْ أَتَمَّهَا وَإِلَّا قِيْلَ: اُنْظُرُوْا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ. ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ الْأَعْمَالِ الْمَفْرُوْضَةِ مِثْلَ ذَلِكَ)).
“Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari hamba pada Hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika hamba sudah menyempurnakannya (maka itu sudah bagus), tapi jika tidak maka dikatakan: ‘Lihatlah! Apakah dia mempunyai ibadah tathawwu’?’. Jika dia memiliki ibadah tathawwu’ maka faridhahnya disempurnakan dari tathawuu’nya. Kemudian seluruh amal yang wajib (faridhah) diperlakukan seperti ini.”[13]
(19) Keutamaan Allah dan kemurahanNya kepada umat ini, sekiranya menetapkan pahala shalat sebanyak lima puluh kali, tapi kewajibannya hanya lima.
(20) Hadis ini menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang paling penting dibanding ibadah-ibadah lainNya. Tapi bukan berarti ibadah-ibadah yang lain tidak penting. Demikian itu karena syariat shalat diwajibkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung tanpa perantara, sementara ibadah yang lain melalui perantara Malaikat Jibril. Allahu a’lam.
(21) Belas kasih Nabi Musa Alaihissalam terhadap umat ini. Sekiranya terus meminta Nabi Muhammad untuk meminta keringanan kepada Allah. Sebab Nabi Musa mempunyai pengalaman bahwa umatnya tidak mampu mengerjakan shalat padahal hanya dua kali sehari, pada pagi dan petang.
(22) Bukti bahwa Nabi Muhammad sudah masuk Surga. Beliau menceritakan bahwa Surga itu kubahnya terbuat dari mutiara, sementara tanahnya terbuat dari kesturi (al-Misk). Bantahan terhadap kaum Nashrani yang menyatakan hanya Nabi Isa yang sudah masuk Surga.
(23) Bantahan kepada sebagian kaum liberal dan kaum muslimin yang pikirannya cenderung kepada mereka, bahwa Hadis pengurangan shalat dari lima puluh menjadi lima kali adalah Israiliyat. Kami katakan: Israiliyat adalah cerita yang datang dari bani Israil. Adapun Hadis Isra’ dan Mi’raj ini maka sahih, bahkan diriwayatkan secara bersama-sama oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam sahihnya.
(24) Kewajiban setiap mukmin untuk menyikapi dalil-dalil yang tidak masuk akal dengan mengedepankan iman. Bukan mencari-cari seperti apa dan bagaimana, masuk akal atau tidak? Karena memang sangat tidak masuk akal, para Nabi yang sudah wafat bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berjumpa dengan mereka. Apakah itu dengan roh mereka saja atau dengan jasadnya sekalian. Termasuk juga bolak-baliknya Nabi Muhammad kepada Allah untuk meminta keringanan. İnilah yang menjadikan kaum Mu’tazilah menolak Hadis ini karena menurut mereka tidak masuk akal.
Sikap seorang mukmin seharusnya mengedapankan Sami’na wa atha’na. Seperti dalam firmanNya:
{إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [النور: 51]
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur: 51)
Juga firmanNya:
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا} [الأحزاب: 36]
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya Maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Meski hati seorang mukmin tetap meyakini bahwa Allah sangat Maha kuasa dan mampu untuk menjadikan para Nabi yang sudah wafat hidup di langit dengan roh dan jasadnya. Karena mereka para Nabi, jadi mempunyai keistimewan tersendiri yang tidak dimiliki manusia biasa.
(25) Hadis ini menjadi dalil bahwa dinasakhnya suatu ibadah boleh terjadi ketika suatu ibadah tersebut belum dikerjakan. Ibnu Baththal dan lainnya berkata:
“أَلَا تَرَى أَنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَسَخَ الْخَمْسِينَ بِالْخَمْسِ قَبْلَ أَنْ تُصَلَّى ، ثُمَّ تَفَضَّلَ عَلَيْهِمْ بِأَنْ أَكْمَلَ لَهُمْ الثَّوَاب”.
“Tidakkan anda melihat bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala menghapus lima puluh kali shalat menjadi lima kali sebelum shalat dikerjakan?! Kemudian Dia berbuat murah hati dengan tetap menyempurnakan pahalanya.”[14]
(26) Pada kisah Isra’ dan Mi’raj ini terbukti sangat jelas mengapa Abu Bakar disebut Ash-Shiddiq. Demikian itu karena ia langsung beriman tanpa banyak tanya. Ketika ia tahu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakannya, dan beliau tidak akan bohong, ia langsung beriman dan tidak banyak tanya. Semestinya inilah sikap setiap orang yang mengaku beriman. Sebaliknya Abu Jahal dan seluruh musyrikin Makkah. Mereka lebih mengedepankan logika dan menanyakan banyak pertanyaan seperti bani Israil, mana mungkin berjalan ke baitul maqdis kurang dari satu malam, sementara kami ke sana selama satu bulan. Akhirnya mereka menjadi orang-orang yang masuk Neraka.
Seorang mukmin yakin, bahwa kekuasaan Allah jauh di atas nalar dan logika manusia yang sempit, yang tidak diberi ilmu kecuali hanya sedikit. Allah berfirman bahwa manusia itu sedikit ilmu, dzalim, dan sangat bodoh. Akankah kita menolak dalil yang sahih baik dari Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih hanya karena akal kita yang sempit??!!
{ وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا} [الإسراء: 85]
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)
Juga berfirman:
{ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا} [الأحزاب: 72]
“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
Sayangnya si bodoh yang dzalim itu sangat suka mendebat dan membantah:
{وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا} [الكهف: 54]
“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi: 54)
Allahu a’lam wa yahdiina ila sabiil ar-Rasyaad.
(ditulis oleh: Wafi Marzuqi Ammar, Lc., M.Pd.I, MA)
[1] Syarah Lum’ah Al-I’tiqad, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 102
[2] Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, Ibnu Abil Izz Al-Hanafi, hlm. 142, dan Syarah Lum’ah Al-I’tiqad, Ibnu Utsaimin, hlm. 102
[3] Lum’atul I`tiqad, hlm. 101, fasal: Al-Iman bikulli ma Akhbara bihi Ar-Rasuul, bersama dengan syarahnya karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Maktabah Thabariyah, Riyadh.
[4] Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, Ibnu Abil Izz Al-Hanafi, hlm. 142
[5] Syarah Lum’atil I’tiqad, Syaikh Muhammad bin Al-Utsaimin, hlm. 102
[6] Ibid. Syarah Lum’atil I’tiqad, hlm. 102
[7] Ibid. Syarah Lum’ah Al-I’tiqad, hlm. 102
[8] HR. Muslim, no. 4590, bab: Naqdhul Ahkaam Al-Bathilah.
[9] Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Karena ada dalil yang menunjukkan kepada keberadaannya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, hari Akhirat dan sebagainya.
[10] Hadits riwayat Thabrani dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 4921.
[11] Ad-Diibaaj ‘Ala Muslim, Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi, 1/203
[12] Fathul Baari Syarah Sahih Al-Bukhari, Ibnu Hajar, 2/44
[13] HR. Ibnu Majah, no. 1425, bab: Maa jaa’a fi awwali maa yuhaasab, Al-Albani berkata: Ini Hadis sahih, lihat: Sahih Abi Dawud, no. 810
[14] Nailul Authar, Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, 1/432, cetakan Daar Al-Kalim Ath-Thayyib, Riyadh. Fathul Bari Syarah sahih Al-Bukhari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, 2/44, Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi, Abdurrahman Al-Mubarakfuri, 1/534
MY DESIRE
Akan datang suatu hari kematian menjemputku.Tinggallah segala apa yang telah ku Amalkan.Owh .. andai saja setiap yang membacanya berdo’a untukku.Agar Allah Ta’ala melimpahkan ampunan untukku. Serta memaafkan kekurangan dan buruknya perbuatanku.
TWITTER ULAMA
Fiqh hadits, “Sesungguhnya bagi keluargamu ada hak..”, terdapat kandungan bolehnya melarang dari amalan sunnah, jika amalan sunnah itu dikhawatirkan berakibat bosan atau putus. Sementara menunaikan hak kepada ahlinya adalah wajib (Ibnu Hajar) |
SALARY
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan"[38:86]
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya". [25:57]
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. [26:109]
BIAR TIDAK MERASA DI ATAS KETIKA DIPUJI
Bagaimana biar kita ketika dipuji oleh orang tidak merasa di atas angin atau biar tidak sombong? Sal....
BERTAUBAT SECARA TERSEMBUNYI
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: فمن أذنب سرا فليتب سرا وليس علي....
BERDAKWAH, TAPI TIDAK MENDAKWAHKAN TAUHID
Berdakwah tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah tauhid, ....
MARAH KETIKA DIPUJI
Para ulama sangat tidak menyukai pujian dan ketenaran. IMAM NAWAWI, karya-karya beliau telah member....
10 RENUNGAN BAGI YANG DITIMPA UJIAN/MUSIBAH
Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demiki....
JANGAN LIHAT TAMPANGNYA
Sebagian orang beranggapan bahwa ciri wanita shalihah adalah wanita yang tidak pilih-pilih wajah lel....
KUMOHON, DEMI DZAT YANG MAHA MEMBOLAK-BALIKKAN HATI, AGAR ENGKAU MENIKAHIKU..
Maryam, istri Abu Utsman Sa’id bin Isma’il al-Hairi bertutur, Kami akan menunda bermain, tertawa....
KARENA KESABARANNYA, SEORANG PEMUDA SEMBUH DARI LUMPUH
Seorang dokter spesialis luka dalam Riyadh yang bernama Dr. Khalid Al Jubir berkisah tentang dirinya....
WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRANYA
Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah berwasiat kepada putranya, Musa. Beliau rahimahullah berkat....
SEORANG KHALIFAH YANG KEKUASAANNYA TIDAK LEBIH DARI SEGELAS AIR
Telah di sebutkan dalam kitab “Syadzraat dzahab fii akhbaari man dzahaba” karangan Ibnul Amaad ....
DONATE WITH DOA
Ingin dido'akan oleh para malaikat? Bisa. Caranya, mohon do’akan agar Allah mengampuni seluruh dosa kami (orang-orang mukmin), serta memberi kami ketakwaan padaNya hingga akhir usia.
Mohon do’akan juga agar Allah memberi kami umur yang panjang, hidayah dan pertunjuk, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat terus merawat dan memperbaiki situs ini (Dakwah).
Do’akan juga agar Allah memberi kami rezeki yang berlimpah, secara halal, mudah dan berkah, supaya kami dapat terus (Ibadah) merawat dan update situs ini.
[14:41] Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". |
[2:286] "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.". |
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” [HR Muslim No. 4912]