- ARTIKEL TAUHID
- DIMANA ALLAH ?
- ALAM JIN & GAIB
- SIFAT HAMBA ALLAH
- ARTIKEL AKHIRAT
- ARTIKEL KELUARGA
- HADITS
- HARI KIAMAT (1)
- HARI KIAMAT (2)
- TENTANG SYI'AH
- GOLONGAN SESAT
- MENGENAL BID"AH
- KISAH TELADAN
- WAKTU SHALAT
- SHALAT DALAM PANDANGAN SALAF
- SIFAT DASAR MANUSIA
- SIFAT TERPUJI
- NASEHAT SALAF
- ARTIKEL JIHAD
- PERTANYAAN KU
- IBADAH DI ZAMAN FITNAH
- ARTIKEL DUNIA
PHP : 5.6.40
MySQL : 5.7.44-cll-lve
Waktu : 07:20
Tembolok : Dinonaktifkan
GZIP : DiAktifkan
Anggota : 1
Konten : 1817
Kunjungan : 3473671
DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORANG YANG BERIMAN..PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA'BAH
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORA....
BUMI TEMPAT BERKUMPUL, MAHSYAR INI TERJADI DI DUNIA
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil Bumi Tempat Berkumpul Pada akhir zaman manusia digiring ....
SIFAT IBADURRAHMAN (8) AKHIR YANG MULIA BAGI IBADURRAHMAN
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Melanjutkan pe....
KAPANKAH NEGERI ISLAM MENJADI NEGERI KAFIR ?
Bila kita telah mengetahui bahwa tidak semua yang berhukum dengan hukum islam kafir keluar diri isla....
MASJID INI DI BANGUN DI TEMPAT EKSTRIM
Masjid merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat ibadah Umat Muslim. Biasanya lokasi pembangu....
BID’AH DALAM PERKARA DUNIAWI
Pertanyaan: Wahai Sahamatus Syaikh, saya tahu adanya batasan yang rinci dalam membedakan antara sun....
SEMUT PUN MENGAKUI ALLAH ADA DI ATAS LANGIT/ ARSY
Adalah akidah yang kurang tepat mengatakan: “Allah ada dimana-mana” (berarti Allah ada di kotor....
ORANG MATI MENGETAHUI KEADAAN ORANG YANG HIDUP?
Sebagian orang beranggapan bahwa orang yang sudah mati bisa mengetahui keadaan orang yang masih hidu....
PARA ULAMA SEPAKAT MENOLAK PEMAHAMAN SYIAH IMAMIYYAH
Syiah Imamiyyah adalah Syiah 12 Imam, disebut juga Syiah Rofidhoh. Inilah paham syiah yang menjadi d....
WASIAT NABI UNTUK MENUNTUT ILMU, MEMBERSIHKAN HATI DAN ZUHUD DI DUNIA
Oleh al-ustadz Yazid bin abdul Qadir Jawas نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ ....
ARTIKEL AKHIRAT |
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim al-Atsari)
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik. Allah memerintahkan kepada kaum mukminin sebagaimana yang Dia perintahkan kepada para rasul. Dia berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah makanan yang baik (halal) dan beramal salehlah kalian.’ (al-Mu’minun: 51)
Dan Dia berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik (halal) dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian’.” (al-Baqarah: 172)
Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan (safar) yang panjang hingga rambutnya kusut masai lagi berdebu.
Orang itu berdoa dengan menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berseru, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Sementara makanan, minuman, dan pakaiannya haram serta dia diberi makan dengan yang haram(1), maka bagaimana doanya akan dikabulkan?”
Seputar Sanad Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 1015) dari riwayat Fudhail bin Marzuq, dari ‘Adi bin Tsabit, dari Abi Hazim, dari Abu Hurairah. Diriwayatkan pula oleh al-Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 4074), Ahmad dalam Musnad-nya (2/328), dan ad-Darimi dalam Sunan-nya (no. 2601).
Al-Imam at-Tirmidziberkata ketika meriwayatkan hadits tersebut, “Hadits ini hasan gharib. Kami mengetahui hadits ini hanya dari Fudhail bin Marzuq.” (Sunan at-Tirmidzi, 4/288)
Hadits ini hasan disebabkan pembicaraan terhadap rawi Fudhail bin Marzuq, walaupun sebagian para imam mentsiqahkan Fudhail, seperti di antaranya Sufyan bin ‘Uyainah, ats-Tsauri, dan satu riwayat dari Ibnu Ma’in.
Ahmad berkata, “Aku tidak mengetahui tentangnya kecuali kebaikan.”
Ibnu ‘Adi berkata, “Aku berharap tidak ada permasalahan pada dirinya.”
Namun sebagian yang lain mendha’ifkannya (melemahkannya) seperti al-Imam an-Nasa’i, ‘Utsman bin Sa’id, dan satu riwayat dari Ibnu Ma’in.
Ibnu Hibban berkata, “Sangat mungkar haditsnya, Fudhail termasuk orang yang melakukan kesalahan dalam periwayatannya terhadap tsiqat. Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari ‘Athiyyah.”
Al-Hakim berkata, “Fudhail bukan perawi yang memenuhi syarat Kitabush Shahih. Al-Imam Muslim dicacat karena meriwayatkan darinya dalam kitab Shahih-nya.”
Al-Hafizh berkata, “Orang yang jujur tapi terkadang keliru.”
Dengan pembicaraan di atas, maka hukum hadits dengan perawi seperti ini adalah hasan, sebagaimana pula dikatakan oleh al-Imam al-Albani dalam Ghayatul Maram, “Semisal Fudhail, maka yang paling baik keadaannya adalah haditsnya dihasankan dan bukan disahihkan. Sungguh hal ini telah diisyaratkan oleh al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Jami’ul ‘Ulum.”
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hambali berkata, “Dia rawi yang tsiqah (tepercaya) lagi pertengahan. Al-Imam Muslim meriwayatkan haditsnya, sedangkan al-Imam al-Bukhari tidak.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1/258, Mizanul I’tidal, 5/440, al-Mughni fidh Dhu’afa, 2/515, Tahdzibut Tahdzib, 8/268, Taqribut Tahdzib, hlm. 384, Ghayatul Maram, hlm. 30)
Kedudukan Hadits
Al-Imam an-Nawawi berkata, “Hadits ini adalah satu dari sekian hadits yang merupakan kaidah dan bangunan hukum Islam…. Hadits mengandung anjuran untuk berinfak dari harta yang halal dan larangan berinfak dari apa yang tidak halal. Disebutkan pula dalam hadits ini bahwa makanan, minuman, pakaian, dan yang semisalnya, sepantasnya diperoleh dari apa yang jelas kehalalannya, tidak ada syubhat di dalamnya, dan orang yang hendak berdoa lebih utama untuk memerhatikan hal ini.” (Syarah Shahih Muslim, 7/100)
Hadits ini juga merupakan salah satu dari pokok-pokok agama karena banyak hukum agama yang berporos di atasnya. (kaset Durus al-Arba‘in an-Nawawiyyah, asy-Syaikh Shalih Alusy-Syaikh)
Mahalnya Nilai Kehalalan
Di dalam hadits yang mulia ini disebutkan bahwa Allah itu thayyib, yang maknanya di sini Allah disucikan dari segala sifat kekurangan dan aib (celaan). Bagi-Nya berbagai macam kesempurnaan dalam ucapan dan perbuatan. Maka ucapan-Nya adalah sebaik-baik ucapan dan seluruh perbuatan-Nya adalah kebaikan yang penuh dengan hikmah. Sementara kejelekan itu tidaklah disandarkan kepada perbuatan-Nya.
Allah jika dikembalikan pada Dzat-Nya, pada nama dan sifat-Nya, maka Dia itu thayyib. Oleh karena itu, hanya Dialah yang berhak untuk mendapatkan ibadah, tidak kepada yang selain-Nya. Hanya kepada-Nyalah satu-satunya yang pantas untuk diarahkan wajah dan hati setiap hamba. (Kaset Durus al-Arba’in, asy-Syaikh Shalih Alusy-Syaikh)
Kita ketahui bahwa yang dikatakan thayyib adalah disucikan dari kekurangan, sementara kekurangan yang paling besar dalam amalan atau perkara paling besar yang dapat mengurangi amalan adalah bila (amalan tersebut) ditujukan kepada selain Allah serta dimaksudkan untuk mendapatkan kepentingan dunia.
Karena Allah thayyib dengan makna yang telah disebutkan di atas, maka Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik dan tidak sepantasnya mendekatkan diri kepada-Nya kecuali dengan apa yang sesuai dan mencocoki makna thayyib tersebut. (Tuhfatul Ahwadzi, 8/266)
Dengan demikian, tidak pantas seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya dengan bersedekah dari harta yang haram, sedangkan Allah sendiri tidak menerima sedekah yang demikian sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ
“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci (wudhu) dan tidak menerima sedekah dari hasil berbuat ghulul (2).” (Sahih, HR. Muslim no. 224)
Demikian pula dibencinya mengeluarkan sedekah dari barang yang jelek. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk lalu kalian menafkahkannya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah: 267)
Sebagaimana Allah tidak menerima sedekah kecuali dari harta yang baik, demikian pula Dia tidak menerima amalan lainnya kecuali bila amalan itu baik, bersih dari noda riya, ‘ujub (bangga/kagum terhadap diri sendiri), sum‘ah (beramal ingin didengar orang lain), dan semisalnya. Allah tidak menerima kecuali perkataan, amalan, dan keyakinan yang baik, yang mencocoki syariat, sesuai dengan tata cara yang diterapkan Rasulullah, dengan dalil yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah beliau. (Syarhul Arba‘in, hlm. 44 )
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan bahwa amalan yang baik adalah amalan yang ikhlas karena Allah dan mencocoki syariat. (Kaset Syarhul Arba’in)
Di dalam hadits disebutkan lafadz
لاَ يَقْبَلُ
(tidak menerima), sementara maknanya adalah Allah tidak memberi pahala dan ganjaran terhadap pelakunya, Allah tidak ridha, tidak memuji, menyanjung, dan membanggakannya di hadapan para malaikat-Nya. (Jami’ul ‘Ulum, 1/262, Qawa’id wa Fawa’id, hlm. 114)
Hadits ini menunjukkan bahwasanya amalan itu tidak diterima kecuali dengan memakan makanan yang halal, sementara memakan makanan yang haram akan merusak amalan serta mencegah diterimanya amalan tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/210)
Termasuk sebab terbesar yang bisa membantu seorang hamba untuk memperbaiki amalannya adalah dengan memerhatikan makanan berikut kehalalannya. Karena mengonsumsi makanan yang haram akan merusak amalannya. Karena itulah, Allah memerintahkan kepada para rasul dan umat mereka (kaum mukminin) untuk memakan makanan yang halal serta agar beramal saleh. Selama makanan yang dimakan itu halal maka amalan saleh yang dilakukan oleh seorang hamba akan diterima. Sebaliknya bila makanan yang dimakan itu haram maka bagaimana bisa diterima amalan saleh yang dilakukan tersebut?
Yang jelas, makanan yang baik dari harta yang halal akan memberikan faedah atau pengaruh terhadap ibadah seorang hamba, terhadap doanya dan terhadap penerimaan amalannya di sisi Allah. (Jami’ul ‘Ulum, 1/259—260, Syarhul Arba‘in, hlm. 44 dan kaset Durus al-Arba’in, asy-Syaikh Shalih Alusy-Syaikh)
Makanan yang halal juga merupakan pendukung dan sebab yang membantu untuk melaksanakan amalan saleh. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/257, Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 81)
Kebanyakan ahlul ilmi mengatakan, “Suatu amalan tidak bisa dinilai sebagai amalan yang saleh hingga pelaksanaannya didapatkan dari harta yang baik.” (Kaset Durus al-Arbai’n, asy-Syaikh Shalih)
Maka dari itu, shalat tidak bisa teranggap sebagai shalat yang baik hingga di dalamnya ada ucapan yang baik, pakaian yang dikenakan ketika shalat adalah pakaian yang baik, halal, bersih dari najis, dan yang selainnya, dari apa-apa yang mengandung kebajikan. Begitu pun amalan-amalan yang lainnya. Hadits ini hakikatnya memberikan peringatan dan ancaman yang keras dari setiap perkataan, amalan, dan keyakinan yang buruk, yang tidak mencocoki syariat.
Penghalang Terkabulnya Doa
Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata, “Dalam hadits ini, Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan (safar) yang panjang, yang ia lakukan dalam rangka melakukan amalan ketaatan, seperti haji, ziarah yang disunnahkan, silaturahmi, dan sebagainya. Namun bersamaan dengan itu, doanya tidaklah dikabulkan karena terhalang oleh makanan, minuman, dan pakaiannya yang haram. Lalu bagaimana dengan doa orang yang tenggelam dalam dunia, hidupnya dipenuhi dengan kezaliman terhadap hamba-hamba Allah, atau orang yang lalai dalam melakukan berbagai macam ibadah dan kebaikan (tanpa memerhatikan kehalalan makanan dan minuman yang masuk ke dalam perutnya, begitu pula kehalalan pakaian yang dikenakannya)?” (Syarah al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyyah, hlm. 41)
Dengan demikian, kita pahami bahwa salah satu hal yang dapat mendukung terkabulnya doa seorang hamba adalah memakan makanan yang halal dan menjauhi yang haram. Namun ahlul ilmi berselisih pendapat apakah hal tersebut merupakan syarat atau bukan.
Al-Imam al-Qurthubi menyatakan, “Akan tetapi bisa saja Allah mengabulkan doa hamba-Nya yang bersifat demikian, karena keutamaan, kelembutan, dan kedermawanan-Nya.” (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 12/86)
Sebagaimana juga orang-orang kafir dan durhaka, Allah memberikan kepada mereka berupa kenikmatan duniawi. (Muqaddimah Ijtima’il Juyusy, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah)
Memang pengabulan doa itu merupakan sifat Rububiyyah Allah seperti halnya memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya, mengaruniakan kesehatan kepada mereka, menurunkan hujan, dan semisalnya dari perkara yang mereka butuhkan. Sifat Rububiyyah ini umum ditujukan, baik untuk mukmin maupun kafir. Allah mengabulkan doa orang kafir dan yang sejenis mereka bukan karena mereka pantas untuk mendapatkan pengabulan doa, akan tetapi karena mereka berdoa kepada Allah dengan hati yang dipenuhi rasa butuh kepada-Nya bersamaan dengan keadaan mereka yang darurat. (Kaset Durus al-Arba’in, asy-Syaikh Shalih) Masih banyak lagi perkara yang menghalangi terkabulnya doa seperti melakukan perkara yang diharamkan/maksiat, meninggalkan kewajiban, meninggalkan amar ma‘ruf nahi mungkar, dan sebagainya. (Jami’ul ‘Ulum, 1/274—275)
Sebab Terkabulnya Doa
Ada empat sebab terkabulnya doa yang bisa kita ambil dalam hadits ini:
Pertama: Perjalanan jauh yang ditempuh terlebih lagi dalam waktu yang panjang. Nabi bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَهُنَّ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا
“Ada tiga doa yang mustajab (dikabulkan) tanpa diragukan: doa orang yang terzalimi, doa musafir, dan doa kedua orang tua untuk kecelakaan anaknya.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 32, 481 dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani )
Kedua: Berpakaian lusuh dan usang disertai rambut yang kusut dan berdebu. Nabi bersabda:
رُبَّ أَشْعَثَ، مَدْفُوْعٍ بِالْأَبْوَابِ، لَوْ قَسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرُّهُ
“Boleh jadi seseorang yang berambut kusut yang diusir oleh manusia dari pintu-pintu mereka, bila ia bersumpah atas nama Allah niscaya Allah akan mewujudkannya.” (Sahih, HR. Muslim no. 2622)
Al-Imam an-Nawawi berkata, “Orang ini tidak berharga di mata manusia hingga mereka menolaknya dari pintu-pintu mereka serta mengusirnya dengan maksud menghinakannya. Andai orang ini bersumpah agar terjadi sesuatu niscaya Allah akan mewujudkannya dalam rangka memuliakannya dengan mengabulkan permintaannya serta menjaga orang tersebut agar tidak melanggar sumpahnya. Yang demikian ini disebabkan besarnya kedudukannya di sisi Allah walaupun manusia memandangnya hina. Bisa juga dengan makna yang lain: Bila orang ini berdoa kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkannya.” (Syarah Shahih Muslim, 16/175)
Demikian pula keadaan Nabi ketika keluar ke lapangan untuk shalat istisqa’ (untuk meminta hujan kepada Allah). Beliau mengenakan pakaian yang sangat sederhana, berjalan dengan tawadhu’, merendahkan dan menghinakan diri di hadapan Allah.
Ketiga: Menengadahkan kedua tangan ke langit.
Nabi ketika berdoa dalam shalat istisqa’, beliau mengangkat tangannya tinggi-tinggi sehingga terlihat putihnya dua ketiak beliau (Sahih, HR. al-Bukhari no. 1031 dan Muslim no. 896 dari hadits Anas)
Demikian pula ketika memohon kemenangan kepada Allah dalam Perang Badr melawan musyrikin, beliau mengangkat tangannya sampai jatuh rida’ (selendang) beliau dari kedua pundaknya. (Sahih, HR. Muslim no. 1763 dari hadits ‘Umar)
Sementara pengangkatan tangan dalam doa Rasulullah yang kita ketahui ada beberapa cara, di antaranya:
- Dengan sekadar mengangkat jari telunjuk. Hal ini dilakukan oleh khatib yang sedang berdiri di atas mimbar atau selainnya, kecuali bila ia berdoa meminta hujan. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saat berdoa di atas mimbar (Sahih, HR. Muslim no. 874 dari ‘Umarah bin Rabi’ah) dan ketika di atas tunggangannya dalam khutbah beliau pada haji Wada’ (Sahih, HR. Muslim no. 1763 dari hadits Jabir yang panjang).
- Mengangkat tangan dengan tinggi ke langit seperti yang dilakukan Rasulullah ketika meminta hujan (istisqa’).
- Mengangkat tangan dengan menengadahkan telapak tangan ke arah langit dan punggung telapak tangan ke arah bumi, sebagaimana cara ini banyak dilakukan oleh kaum muslimin.
- Mengangkat tangan dengan menghadapkan punggung telapak tangan ke langit sebagaimana cara ini disebutkan dalam hadits Anas (dalam istisqa’). (Sahih, HR. Muslim no. 896)
Keempat: Mengulang-ulang dalam berdoa dan menyebut sifat Rububiyyah-Nya serta yakin akan dikabulkannya apa yang diinginkan. Juga bertambah sempurna diterimanya doa bila diawali dengan menyebut nama Allah “Ar-Rabb”, seperti firman Allah:
“Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari api neraka.” (al-Baqarah: 201)
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami karena kesalahan yang kami perbuat dikarenakan kami lupa atau kami keliru. Wahai Rabb kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami beban yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami apa yang kami tidak sanggup untuk memikulnya.” (al-Baqarah: 286)
Sebagian salaf berkata, “Janganlah memperlambat terkabulnya doa. Sungguh kemaksiatan yang engkau buat telah menutup jalan-jalan terkabulnya doa.”
Seorang penyair berkata,
Kita berdoa kepada Allah dalam setiap musibah
Kemudian kita melupakan-Nya tatkala musibah itu telah berlalu
Bagaimana mungkin kita mengharapkan terkabulnya doa
Sementara kita telah menutup jalannya dengan lumuran-lumuran dosa
Faedah Hadits
1. Sifat Allah adalah sifat yang sempurna, disucikan dari setiap kekurangan dan aib.
2. Allah tidak menerima amalan, harta, ucapan, dan keyakinan kecuali dari yang baik, halal, dan ikhlas ditujukan kepada-Nya.
3. Penekanan untuk berinfak dari harta yang halal dan larangan untuk berinfak dari selainnya.
4. Para nabi dan kaum mukminin sama dalam perkara hukum agama kecuali beberapa perkara yang merupakan kekhususan para rasul yang ditunjukkan dengan dalil yang khusus.
5. Wajib bagi hamba untuk memerhatikan sisi kehalalan dan kebaikan makanan, minuman, pakaian, dan usaha/mata pencahariannya karena sesuatu yang haram dapat mencegah diterimanya doa dan ibadah.
6. Makanan yang lezat tapi tidak halal dan baik, akan menjadi bencana bagi orang yang memakannya, dan Allah tidak akan menerima amalannya.
7. Seseorang akan diberi pahala atas apa yang dia makan apabila ia maksudkan untuk mendapatkan kekuatan dalam melaksanakan ketaatan atau untuk kelangsungan hidupnya, karena hal ini termasuk perkara yang wajib. Berbeda halnya bila seseorang makan semata-mata karena ingin memuaskan selera dan bernikmat-nikmat saja.
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.
1 Yakni dia dipelihara dan dibesarkan dari perkara yang haram. (Tuhfatul Ahwadzi, 8/267)
2 Ghulul adalah berbuat khianat dengan mencuri harta ghanimah (rampasan perang) sebelum dibagikan. (Syarah Shahih Muslim, 3/103)
MY DESIRE
Akan datang suatu hari kematian menjemputku.Tinggallah segala apa yang telah ku Amalkan.Owh .. andai saja setiap yang membacanya berdo’a untukku.Agar Allah Ta’ala melimpahkan ampunan untukku. Serta memaafkan kekurangan dan buruknya perbuatanku.
TWITTER ULAMA
Di antara kekeliruan yang dilakukan al masbuqin (orang-orang yang masbuq, tertinggal rakaat dalam shalat jamaah -pent) : @Dr_Alsadhan - Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan, salah seorang murid Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Doktor dalam ilmu Ushuluddin Universitas Al Imam. Biografi selengkapnya klik di sini. - 30/04/2014 |
SALARY
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan"[38:86]
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya". [25:57]
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. [26:109]
BIAR TIDAK MERASA DI ATAS KETIKA DIPUJI
Bagaimana biar kita ketika dipuji oleh orang tidak merasa di atas angin atau biar tidak sombong? Sal....
BERTAUBAT SECARA TERSEMBUNYI
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: فمن أذنب سرا فليتب سرا وليس علي....
BERDAKWAH, TAPI TIDAK MENDAKWAHKAN TAUHID
Berdakwah tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah tauhid, ....
MARAH KETIKA DIPUJI
Para ulama sangat tidak menyukai pujian dan ketenaran. IMAM NAWAWI, karya-karya beliau telah member....
10 RENUNGAN BAGI YANG DITIMPA UJIAN/MUSIBAH
Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demiki....
JANGAN LIHAT TAMPANGNYA
Sebagian orang beranggapan bahwa ciri wanita shalihah adalah wanita yang tidak pilih-pilih wajah lel....
KUMOHON, DEMI DZAT YANG MAHA MEMBOLAK-BALIKKAN HATI, AGAR ENGKAU MENIKAHIKU..
Maryam, istri Abu Utsman Sa’id bin Isma’il al-Hairi bertutur, Kami akan menunda bermain, tertawa....
KARENA KESABARANNYA, SEORANG PEMUDA SEMBUH DARI LUMPUH
Seorang dokter spesialis luka dalam Riyadh yang bernama Dr. Khalid Al Jubir berkisah tentang dirinya....
WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRANYA
Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah berwasiat kepada putranya, Musa. Beliau rahimahullah berkat....
SEORANG KHALIFAH YANG KEKUASAANNYA TIDAK LEBIH DARI SEGELAS AIR
Telah di sebutkan dalam kitab “Syadzraat dzahab fii akhbaari man dzahaba” karangan Ibnul Amaad ....
DONATE WITH DOA
Ingin dido'akan oleh para malaikat? Bisa. Caranya, mohon do’akan agar Allah mengampuni seluruh dosa kami (orang-orang mukmin), serta memberi kami ketakwaan padaNya hingga akhir usia.
Mohon do’akan juga agar Allah memberi kami umur yang panjang, hidayah dan pertunjuk, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat terus merawat dan memperbaiki situs ini (Dakwah).
Do’akan juga agar Allah memberi kami rezeki yang berlimpah, secara halal, mudah dan berkah, supaya kami dapat terus (Ibadah) merawat dan update situs ini.
[14:41] Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". |
[2:286] "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.". |
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” [HR Muslim No. 4912]